Esai

Ingat falsafah ilmu padi

Ingat ilmu falsafah ilmu padi. Semakin tua, semakin menunduk. Demikian juga ketika menuntut ilmu di kampus, semakin siang semakin tertunduk (karena kantuk).

Tentu analogi di atas bukan arti yang sebenarnya karena itu hanyalah gaya bercanda teman-teman kuliah saya diadopsi dari kebiasaan kalau kuliah, semakin siang, semakin kantuk.

Falsafah padi itu sederhana, namun sarat makna jika diartikan dengan benar. Terlalu naif rasanya jika ilmu diidentikkan dengan buku-buku, sekolah-sekolah, kampus-kampus, dll walaupun memang aspek-aspek itu berkontribusi banyak dalam menimba ilmu. Namun kadang saya merasa menyesal membatasi diri saya dalam menimba ilmu dengan dikotomi seperti itu semua.

Baca lebih lanjut

Standar
Esai

KETIKA MANUSIA ADALAH MANUSIA

Dibalik tubuhnya yang besar bersembunyi jiwa yang kerdil, atau bahkan sebaliknya

Mungkin hanya otak manusia yang paling liar berfantasi bahkan melebihi batasnya, ya manusia bisa menjadi Binatang paling buas, bisa menjadi binatang paling berbisa, manusia bisa menjadi hanya manusia, bahkan manusia kadang merasa menjadi Lebih dari seorang manusia. Manusia juga mahluk unik yang paling sulit diterka, kadang dibalik tubuhnya yang besar bersembunyi jiwa yang kerdil, atau bahkan sebaliknya.

Baca lebih lanjut

Standar
Esai

POLITIK KESIANGAN

 Rapat Akbar, Kampanye Akbar!

Selalu ada kejutan yang tak terduga setiap kali saya pulang ke kampung halaman. Selesai Ujian Tengah Semester 6, ada waktu kosong 10 hari yang sangat saya manfaatkan untuk berkumpul dengan keluarga sebelum benar-benar disibukkan dengan dunia kerja.

Sore itu, ada sebuah arak-arakan di jalan pelosok desa yang memang keadaannya memprihatinkan, jebol hampir di semua sisi jalan. kata orang sekitar sedang ada “rapat akbar” sebuah partai politik, tapi saya lebih suka menyebutnya sebagai kampanye akbar sebuah parpol. Saya sengaja menyimak event itu, mendengarkan setiap pidato yang disampaikan dengan berapi-api, memperhatikan setiap gerak-gerik orang yang hadir di tempat itu. Ya, alun-alun tempat kampanye tersebut memang sangat ideal untuk dijadikan tempat untuk mengumpulkan massa dalam jumlah yang besar.

Gempalan ratusan tangan orang dihempaskan ke udara setiap kali kader partai menyampaikan pidato yang sangat berapi-api. Namun saya memilih untuk diam, mungkin karena aku merasa asing berada dalam kerumunan orang-orang itu, atau mungkin aku untuk saat ini belum begitu tertarik dengan dunia politik. Aku sangat kagum sekaligus takut mendengar setiap pidato yang disampaikan, begitu mapan konsep yang dirancang untuk Negara ini, untuk rakyat ini. Kagum atas keberanian mereka merancang konsep negara Indonesia yang super plural dan rindu akan keadilan. Saya juga bimbang jika nanti mereka terpilih, apa yang mereka sampaikan hanya sekedar ucapan saja, belum bisa terealisasi. Saya takut membayangkan bagaimana kekecewaan yang dialami berjuta-juta rakyat Indonesia. Mungkin kekhawatiran saya berlebihan karena yang pertama saya bukan siapa-siapa, hanya rakyat biasa dan yang kedua mungkin Rakyat Indonesia sudah terbiasa dikecewakan.

Baca lebih lanjut

Standar
Esai

Buatlah alasan terbaik untuk sebuah pilihan: Be a star or be a dust!

::Sebuah basa-basi::

Di dunia jagad raya, bintang adalah benda yang paling memiliki energi, bintang pula lah yang “menghidupi” bulan hingga tampak bercahaya di malam hari. Jangankan waktu bintang masih aktif, bahkan jika bintang itu mati, bintang masih menunjukkan keperkasaanya yang disebut supernova yang menghasilkan cahaya dan energi yang mahadahsyat, lebih jauh lagi “mayat” dari supernova tersebut masih menjadi lubang hitam yang orang eropa menyebutnya “black hole” yang dengan kekuatannya bisa melenyapkan benda apa saja yang kebetulan lewat di sekitarnya. Itulah mengapa orang yang mempunyai sesuatu yang maha dahsya disebut bintang.

::Tangga kehidupan yang berupa pilihan::

Be a star or be a dust!!

Ya hidup memang selalu dihadapkan dengan pilihan dari mulai hal yang kita anggap sepele hingga menyangkut hal-hal yang sangat menentukan hidup kita. Kunci dari ilmu memilih adalah tahu tentang konsekuensi dari semua opsi yang menjadi pilihan kita. Mungkin saya belum paham betul tentang konsep kebebasan dalam memilih, konsep “free will” yang masih menjadi teka-teki, bukan buat saya saja, bahkan mungkin semua orang. Tapi yang saya yakin bahwa pilihan itu menentukan arah cita-cita. Kadang kita dihadapkan dengan opsi-opsi yang sangat kritis, opsi-opsi yang bertentangan dengan suara hati ” pilih semuanya atau tidak sama sekali”. Hal semacam ini sering terjadi, tapi pastikan untuk tetap mememilih, walaupun itu harus dipaksakan. Jangan pernah memotong tangga kesuksesan kita.

Baca lebih lanjut

Standar
Esai

BUAT YANG AKAN MENYUSUN TUGAS AKHIR

Posting kali ini akan membahas mengenai “TUGAS AKHIR” –untuk selanjtnya disebut TA-. Bagi mahasiswa tingkat akhir tentunya sangat familiar dengan TA, entah itu berupa skripsi, thesis, karya tulis tugas akhir, laporan praktek kerja lapangan, dll. Tugas akhir sangat penting karena merupakan salah satu syarat kelulusan yang lumayan menjadi beban mental dibandingkan syarat-syarat kelulusan yang lain. Untuk itu saya mencoba memberikan gambaran mengenai cara-cara antisipatif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses penyusunan TA. Namun bukan berarti saya sudah master dalam menyusun TA, mohon diluruskan dulu asumsi Anda, saya menulis artikel ini agar Rekan-rekan semua tidak melakukan hal yang sama seperti yang saya pernah lakukan. Berikut ini adalah beberapa tips yang Insyaallah berguna buat teman-teman semua. Sebelumnnya saya mohon maaf jika bobot isinya mungkin kurang sesuai dengan harapan pembaca karena ini hanya opini dari seorang Aang Kunaefi, seorang mahasiswa yang rajin untuk tidak menjadi rajin, yang serius untuk tidak serius. Langsung saja, berikut ini beberapa tips dan trik dalam menyusun TA: Baca lebih lanjut

Standar
Esai

Andai saja manusia itu sempurna

Sebelumnya saya minta maaf ni teman-teman semua, dari judulnya udah mengajak anda-anda semua untuk berandai-andai ni, padahal agamapun melarang umatnya sering berandai-andai alias melamun, apalagi ngelamun hal-hal yang gak jelas (waduh perasaan semua lamunan tu gak jelas ya, abstract banget), ya maklum lah saya kan cuma manusia yang gak sempurna yang cuma iseng-iseng nulis. Seperti biasa gaya tulisan saya seperti obrolan bapak-bapak di warung kopi, tapi gak apa-apa kalau ada kaum terdidik yg membaca juga hehe..

Berawal saat saya pulang dari pertokoan blok M menuju ke kost saya. Di atas metromini yg agak sepi, pada saat kenek metromini yang seumuran dgn saya menarik ongkos, secara tidak sengaja saya membaca sablon di kaosnya “No Body is Perfect“. Mungkin anda-anda semua sering liat atau denger kata-kata ini. Biasanya ada di kaos anak-anak muda yang didominasi warna hitam. Lantas benak saya terus melamun jauh. Tak ada manusia sempurna memang, ya walaupun manusia adalah mahluk paling sempurna yg pernah diciptakan oleh Gusti Allah. Tapi itu lah kenyataannya, kesempurnaan itu sepertinya masih jauh sekali dan kayaknya gak pernah tercapai.

Baca lebih lanjut

Standar
Esai

Triple Filter Test

Sebenarnya saya tidak suka membicarakan orang lain tanpa ada orang yang bersangkutan selama orang tersebut masih bisa diajak bicara dengan baik, ya kalau sudah kelewat batas, biasanya saya bicarakan dengan orang-orang yg saya percaya dan mempunyai kapasitas untuk memberikan solusi. Tapi sedapat mungkin saya menghindari perdebatan kusir yang ujung-ujungnya hanya menambah pokok persoalan tanpa ada satu pun solusi. Di jaman yang modern ini malah nilai-nilai seperti itu perlahan menghilang. Padahal dulu nilai-nilai seperti itu masih bertahan (katanya orang-orang sepuh begitu sih dan dari literatur-literatur yang pernah saya baca).

Sebagai contoh, di Yunani kuno dulu, Socrates terkenal memiliki pengetahuan yang tinggi dan sangat terhormat. Suatu hari seseorang datang padanya dan terjadilah percakapan.
Baca lebih lanjut

Standar
Esai

Apa dimensi hidup ini terbatas pada sekat benar-salah?

Sebelumnya saya ingin menjelaskan bahwa note yang saya buat ini di luar dari dari jangkauan ilmiah, jadi jangan menuntut sesuatu yang berbau ilmiah karena jangkauan saya tidak sampai ke arah itu. Segala isi note ini pun bukan diambil jurnal ilmiah atau pun seminar akbar, melainkan hanya diambil dari interaksi saya sehari-hari, dari obrolan di warung kopi dengan orang-orang kampung, dengan teman-teman kuliah sampai dosen di kampus saya.
Bermula saat berbincang dengan salah satu guru saya, orang yang senantiasa menyirami anak-anak didiknya dengan ilmu, ternyata sangat menakjubkan. Saya yang masih buta dalam hidup yang gelap ini seakan mendapat donor mata, kemudian diarahkan ke jalan yang menurut saya memang benar, membuat saya yang sangat dungu ini bisa memandang dunia dengan cara pandang lain, keluar dari cara monoton yg sering saya lakukan, keluar dari dunia keakuan yang hanya berisi kata ganti manusia atau pronoun bernama “aku”, tanpa “kita”, “mereka”, “dia”, “kami”, apalagi “kamu”.
Dulu saya sempat berkeyakinan kalau guru bukan dewa, guru tidak selalu benar, ya walaupun memang begitu adanya. Dan atas ketidaksempurnaan itu saya selalu bersikap sangat ekstrem, ketika ada yang salah saya dengan lantang langsung meneriakkan idiologi saya tanpa pandang bulu, semua dipukul rata, asumsi saya pada saat itu bahwa variabel dalam hidup ini hanya salah atau benar, tanpa ada pilihan variabel lain.
Baca lebih lanjut

Standar
Esai

Someone Among Others

Inget kata-kata Cak Nun di Kenduri Cinta, peminpin yang sejati itu pertama dia harus memberi contoh di depan. Setelah memberi contoh di depan, dia berani tidak menjadi siapa-siapa, dia sekedar menjadi “someone among others”, tidak terkenal ndak apa-apa, tidak dijunjung ndak apa-apa, karena dia hanya merasa sebagai seseorang diantara orang-orang. Sangat susah mencari orang yang kayak gini. Ini resikonya kan – ke warung ya nyari warung sendiri, disapa orang seneng, gak disapa juga seneng -.

Tapi kalau udah terlanjur terkenal kan gak disapa orang sakit hati, “gila, nggak tau gue dia..”. Benar begitu kan? Tapi liat sekarang ini, sepertinya orang berlomba-lomba untuk dianggap lebih dari sekedar “seseorang”, jadi gak heran jika mereka gila dengan penghormatan-penghormatan yang sifatnya vertikal. Seandainya saja kita balik metode sopan santun, semakin ke orang bawah semakin kita sopan, semakin ke orang atas semakin kita tidak sopan. Hal ini cuma untuk mendidik jiwa kita agar tidak terjebak di jaman feodalisme yang sifatnya vertikal ini, agar kita lebih bisa menghargai orang lain dgn benar.
Baca lebih lanjut

Standar
Esai

Jin Ifrit

Jin ifrit yg jelek datang menghampiri lelaki yg sedang wudhu..

“eh mas ente kok masih sholat sich,belum tau ya surga uda penuh?”

“eh jin ifrit,ente mustinya berterima kasi ama ane,kl ane berhenti sholat berarti ente ga ganggu ane lagi kan? Brarti ente ntar nganggur,ga ada kerjaan,ente kan tau sendiri jadi pengangguran gak enak..”

Hehehe..

Ngibulin jin..

Kata beberapa buku sich, jangan sampe otak kita nganggur karene orang yang otaknya nganggur biasanya menjadi penebar isu dan desas desus yang tak bermanfaat. Keadaan ini dianalogikan ibarat mobil yang jalan dengan kecepatan tinggi tanpa sopir, akan mudah oleng ke kanan dan ke kiri. Jin ifrit aja gak mau nganggur dan kesepian sendirian terlalu lama. Maka jangan heran jika di sekitar kita gampang terjadi kerusuhan.

Baca lebih lanjut

Standar